Sabtu, 05 Juli 2014

hasil sidang bpupki pertama dan kedua

hasil sidang bpupki pertama dan kedua

BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali. Sidang pertama berlangsung antara 29 Mei – 1 Juni 1945 membahas rumusan dasar negara.


Sidang kedua berlangsung tanggal 10 – 16 Juli 1945 membahas batang tubuh UUD negara Indonesia merdeka.

Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945 dan sebagai gantinya dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkai). PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno. Sementara itu, keadaan Jepang semakin terjepit setelah dua kota di Jepang dibom atom oleh Sekutu. Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom yang dijuluki little boy dijatuhkan di kota Hiroshima dan menewaskan 129.558 orang. Kemudian pada tanggal 9 Agustus 1945 kota Nagasaki dibom atom oleh Sekutu. Akibat kedua kota tersebut dibom, Jepang menjadi tidak berdaya sehingga pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

BPUPKI mengadakan sidang dua kali yaitu sidang pertama tanggal 29 Mei – 1 Juli 1945 dan sidang kedua tanggal 10 – 16 Juli 1945. Pada sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945, ternyata ada tiga pembicara yang mencoba secara khusus membicarakan mengenai dasar negara. Ketiga pembicara tersebut adalah Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo, dan Ir. Soekarno.

Pada masa reses itu, diselenggarakan sidang tidak resmi yang membahas rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dihadiri oleh 38 anggota BPUPKI.

Pada sidang BPUPKI II tanggal 10 – 16 Juli 1945, dibahas tentang rancangan undang-undang dasar (UUD) yang diserahkan kepada sebuah panitia. Panitia ini bernama Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini menyetujui Piagam Jakarta sebagai inti pembukaan UUD. Selain itu juga dibentuk panitia kecil Perancang UUD 1945 yang diketuai oleh Supomo. Anggota Panitia kecil adalah Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, A.A. Maramis, R.B. Singgih, Sukiman, dan Agus Salim. Berikut ini hasil kerja panitia kecil yang dilaporkan tanggal 14 Juli 1945.

a. Pernyataan Indonesia Merdeka.
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar (Preambul).
c. Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh).

Sidang Kedua BPUPKI

Rapat kedua berlangsung 10-16 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.
Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:

Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
Mr. Wongsonegoro
Mr. Achmad Soebardjo
Mr. A.A. Maramis
Mr. R.P. Singgih
H. Agus Salim
Dr. Soekiman

Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu: a. pernyataan Indonesia merdeka b. pembukaan UUD c. batang tubuh UUD
Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta

+

PIAGAM ATLANTIK DITANDATANGANI.

Pertengahan Agustus 1941, dua kapal perang dari Amerika Serikat dan Inggris bertemu di lokasi rahasia di Atlantik Utara. Kapal USS Augusta dan HMS Prince of Wales yang masing-masing ditumpangi Presiden Franklin D Roosevelt dan Perdana Menteri Winston Churchill berlabuh untuk pertemuan rahasia.
Presiden AS Franklin D. Roosevelt dan PM Inggris Winston Churchill ketika bertemu di atas kapal HMS Prince of Wales.
Presiden AS Franklin D. Roosevelt dan PM Inggris
Winston Churchill  bertemu di atas kapal HMS Prince of Wales.

Tempat berlabuh adalah di Newfoundland, Teluk Placentia, tempat kedua pemimpin menyepakati persetujuan kerja sama untuk memerangi Nazi. Pernyataan yang terkenal dengan Piagam Atlantik itu, menggarisbawahi delapan hal, ditandatangani Roosevelt dan Churchill pada 14 Agustus 1941.
Situs Geo Week menyatakan, piagam ini menginspirasi terbentuknya aliansi pascaperang. Di antaranya Perserikatan Bangsa-bangsa dan mempersiapkan kemerdekaan negara-negara yang sebelumnya menjadi bagian dari Kerajaan Inggris. Kedua negara di anak benua Asia Selatan itu adalah, India dan Pakistan tahun 1947.
Hal penting yang memperoleh elaborasi pada piagam itu adalah empat kebebasan yang dijelaskan Roosevelt dalam pidato kenegaraan tahun 1941. Kebebasan itu adalah, kebebasan berbicara, kebebasan beragama, terbebas dari semua kebutuhan dan terbebas dari rasa takut. ( Geo Weeks ).

Pengertian separatis

Pengertian separatis
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, bahwa separatisme adalah suatu paham yang mengambil keuntungan dari pemecah-belahan dalam suatu golongan (bangsa)[1]. Separatisme politis adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain (atau suatu negara lain. Gerakan separatis biasanya berbasis nasionalisme atau kekuatan religius.
Menurut Dewi Fortuna Anwar dalam bukunya Konflik Kekerasaan Internal  : Tinjauan Sejarah, Ekonomi-Politik dan Kebijakan di Asia Pasifik bahwa separatisme berkaitan erat dengan pembentukan negara. Sejumlah gerakan separatis memiliki sejarah panjang rasa benci kepada pemerintah pusat dan kelompok suku atau agama yang dominan[2].
[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 1998. Hal. 210
[2] Dewi Fortuna Anwar dkk, Konflik Kekerasaan Internal  : Tinjauan Sejarah, Ekonomi-Politik dan Kebijakan di Asia Pasifik. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. 2004. Hal. 213